Selasa, 15 September 2009

Hentikan Anak Jalanan, Sekarang Juga!

Penculikan dan perdagangan anak merupakan kaitan yang saling berhubungan. Karena motif dari penculikan biasanya adalah karena objek yang diculik, yakni anak, selanjutnya dijual kepada jaringan (sindikat) untuk kemudian dijadikan sebagai komoditas mesin pencari uang, Umumnya korban penculikan adalah anak-anak dari kalangan menengah ke bawah, yangmana pengawasan dari para orangtua terhadap anak sangat minim.

Maraknya perdagangan anak tentunya tak lepas dari peran pemerintah kita yang cenderung apatis dalam menangani masalah sosial dan penegakkan hukum terhadap masalah exploitasi anak di bawah umur.

Sangat miris rasanya bila kita melihat pemandangan yang terjadi selama ini di sekitar kita, dimana hampir di setiap jalanan (terutama di sekitar kolong jembatan layang), para anak yang sangat belia, bahkan banyak diantaranya yang masih usia balita, harus berlarian melintasi lampu merah, dengan pakaian seadanya dan muka kotor, mengemis atau mengamen. Sementara para “ibu pengeksploitasi anak” menunggu sambil duduk dan mengobrol di tempat yang agak jauh tersembunyi sambil mengawasi para pekerja cilik mereka mengais rejeki.
Atau yang lebih miris lagi adalah pemandangan dimana para ibu (kita tak pernah tahu apa benar mereka ibu kandung) menggendong bayi di bawah terik matahari ataupun guyuran hujan, hanya untuk memaksa mencari rejeki dengan bermodalkan belas kasihan orang lain terhadap “korban cilik” yang mereka gendong. Pernah saya iseng bertanya pada seorang pengemis yang sedang menggendong bayinya yang tampak menggigil kedinginan di pinggir jalan (yang saya lihat ibu itu usianya masih tergolong muda dan sebenarnya kalau dia mau kerja keras, dia bisa mencari pekerjaan lain yang lebih pantas ketimbang menjadi pengemis), saya tanyakan mengapa dia mengajak serta anaknya. “Gak kasihan Bu ajak anak untuk kerja di jalanan begini?”
Dengan sangat enteng si Ibu menjawab, “Kalau saya gak ajak, dia siapa yang jagain?” lalu saya tanya lagi, “Anaknya dibawa ke jalanan gini kan pastinya kepanasan dan kehujanan, Bu?” Dijawab lagi oleh sang Ibu “Ah itu sih udah biasa, udah kebal dia”.  Wah, enteng banget jawabannya! Anaknya masih berumur kira- kira 6 bulan lho! Usia yang seharusnya mendapatkan kenyamanan dan kasih sayang sebuah keluarga di dalam rumah yang hangat, bukan di jalanan yang serba keras seperti itu. Saya malah sempat berpikir, jangan-jangan anak bayi itu bukan anak kandungnya si Ibu...? Sudah menjadi rahasia umum bila anak yang dibawa pengemis sebenarnya banyak "anak sewaan ".

Pernah juga suatu kali saya melihat segerombolan anak laki-laki (anak jalanan) kira-kira berumur 5 sampai 7 tahun. Mereka sedang bergulat melawan seorang anak laki-laki yang badannya sangat kurus. Anak kurus itu kelihatan lebih muda dari anak yang lainnya. Sungguh kasihan saya melihatnya karena kendati anak kurus itu sudah menangis meraung-raung, tetap saja mereka mengeroyoknya (ada yang menjambak, memelintir jari, dan menendang pinggang). Kejadian tersebut tepat di pojok bawah jembatan penyebrangan, agak tersembunyi memang, tapi di sana ada beberapa orang jalanan yang duduk-duduk, tanpa berusaha melerai mereka.

Sungguh sangat keras hidup yang harus dilalui anak jalanan itu. Mungkin hal yang saya lihat itu tidaklah seberapa keras dari yang biasa mereka alami sehari-hari. Terbayang kemudian kedua anak saya di rumah, yang selalu dibanjiri kasih sayang dan pelukan. Sungguh sangat berbeda dengan nasib para anak jalanan itu.


Please cut it off. Ini semua harus dihentikan. Mereka semua yang di jalanan memang bukan anak-anak kita. Bukan juga saudara ataupun kenalan kita. Tapi ber-empatilah. Bayangkan bagaimana kalau yang diculik dan dijual adalah anak kita. Bagaimana kalau seandainya anak kita kemudian dijadikan komoditas mesin pencari uang oleh para sindikat? Saya pikir, siapa pun bisa saja menjadi korban penculikan dan perdagangan para sindikat.

Seandainya pemerintah kita bisa lebih tegas dalam memerangi perdagangan anak dan mampu menegakkan hukum yang amat pantas untuk para penculik yang tertangkap. Hukum mati bagi para penculik saya kira sangat pantas, ini sekedar untuk menimbulkan efek jera.

Selain itu, buatlah peraturan yang sangat tegas untuk para orang tua supaya tidak sama sekali menjadikan anak sebagai pekerja ataupun penghasil uang yang berkeliaran di jalanan. Buatlah wadah semacam panti yang fungsinya untuk menitipkan anak sekaligus sebagai tempat bimbingan ketrampilan (sekolah) bagi para anak yang orang tuanya tidak mampu secara ekonomi dan terpaksa meninggalkan anaknya karena bekerja. Untuk dana panti itu sendiri seharusnya para pengelolanya mencari donator dari para dermawan (pengusaha, pejabat, dll, pastinya ada donator yang dermawan kan?). Saya kira tidak sedikit dari para anak jalanan (keluarga miskin) yang punya bakat tertentu untuk dikembangkan di pusat bimbingan (panti) yang selanjutnya hasil dari keterampilan tersebut bisa menjadi bekal hidup di masa depan anak yang bersangkutan. Bukankah hal ini selain demi kepentingan sang anak, pun dapat dijadikan sebagai perbaikan generasi bangsa kita?


Buatlah hukum yang sangat tegas untuk memerangi ekspoitasi anak, dimana bagi pelanggarnya akan dijatuhi hukuman yang seberat-beratnya. Bukankah sebenarnya di Undang-undang kita sudah ada yang mengatur masalah “perlindungan Anak”, yakni UU No.23 yang isinya : Perlindungan Anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Undang-undang ini mengatur secara tegas tentang perdagangan anak.

Dan pada Pasal 59 menegaskan “Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak ... anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, ...”
Pasal 68 (1) Perlindungan khusus bagi anak ... perdagangan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat. (2) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, atau perdagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Serta Pasal 78 setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak ... anak korban perdagangan... sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Tegakkanlah hukum itu sampai jalanan kita benar-benar bersih dari anak jalanan. Sungguh tempat anak bukanlah di jalanan yang keras (dimana kekerasan fisik dan seksual kerap terjadi), melainkan di dalam sebuah rumah yang nyaman, sebuah tempat yang dapat menumbuh kembangkan diri sang anak untuk menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas.

Jika hukum atas ekspoitasi anak sudah ditegakkan, dimana tidak ada lagi “mesin cilik pencari uang yang berkeliaran di jalanan”, maka bisa jadi penculikan dan perdagangan anak akan berkurang bahkan bisa jadi hilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar