Kamis, 16 April 2015

Pengakuan Eks Bintang Porno Shelley Lubben

Shelley Lubben, artis porno terkenal Amerika membuat pengakuan tentang industri film porno yang penuh dengan kebohongan.

 Mantan penari telanjang, pelacur, dan aktris film porno era ’80 hingga ’90-an ini menderita berbagai efek negatif dari industri pornografi. Dia pernah didiagnosa menderita Bipolar Disorder, Post Traumatic Stress Disorder, Deppressive Disorder, Impulse Control Disorder,dan trauma lainnya akibat kekerasan dalam industri seks.

Pada 1994, dia terinfeksi Herpes pada kelaminnya ketika masih produktif bermain film porno. Tak lama kemudian penyakitnya itu berkembang menjadi kanker serviks.

Shelley juga pernah mengalami kehamilan yang tak dikehendaki dari kegiatan prostitusinya, dan dua di antaranya berakhir dengan keguguran. Belakangan, bersama suaminya, dia mengalami kehamilan Entopis dan tiga kali keguguran.

Shelley kini mengerti betapa merusaknya industri pornografi itu. Setelah menemukan Tuhan dan melalui delapan tahun masa pemulihan di Champion’s Center di Tacoma, Washington, Shelley kini mulai dapat hidup normal.

Dalam buku pengakuan yang shelley buat, berikut
adalah isi pengakuannya :
Banyak yang percaya perempuan menikmati pembuatan film porno, namun kenyataannya mereka mengalami akhir yang tidak bahagia. Perempuan tidak menikmati pembuatan film itu, dan jika kamu melihat lebih dekat proses pembuatannya, kamu akan mengetahui beberapa alasannya.

Di dunia seks hardcore, hari yang dialami aktris porno sangat panjang dan membosankan. Perempuan diminta datang pukul delapan pagi untuk dirias, dan itu hanya untuk memastikan si aktris tiba tepat waktu untuk bekerja. Bintang porno memiliki kebiasaan datang terlambat, karena mereka kerap mengonsumsi obat-obatan terlarang atau alkohol di malam sebelumnya.

Setelah dirias, aktris porno biasanya menunggu berjam-jam sampai giliran mereka direkam tiba. Beberapa adegan dilakukan selama satu jam, dan beberapa selama beberapa jam. Itu sangat bergantung apakah aktor pria dapat “perform” atau tidak pada adegan pertama. Itu juga tergantung jika aktris harus berhenti karena tidak dapat menahan sakit akibat adegan hardcore.

Saat menunggu, pemain film porno yang kelelahan biasanya masuk ke kamar kecil dengan berbotol-botol alkohol atau pergi ke mobil mereka untuk mengonsumsi heroin, atau berkumpul di belakang dengan aktor lainnya untuk merokok mariyuana.

Perempuan tidak pernah merasakan kenikmatan karena pemotongan adegan yang terus menerus. Sutradara kerap berteriak “cut” dan aksi yang sedang berlangsung diinterupsi untuk mendapatkan gambar yang lebih baik, menyesuaikan pencahayaan, atau mengolesi tubuh dengan cairan.

Berkali-kali sutradara menghentikan adegan dan meminta aktor untuk “menyetop” gerakan, sehingga membuat kesakitan psikis dan emosi bagi aktris.

Saya berbicara berdasar pengalaman pribadi, ketika gerakan diminta untuk “berhenti (freeze)” pada posisi tertentu selama beberapa menit, hanya untuk menyesuaikan cahaya atau kamera, saya merasakan sakit dan terhina. Sangat memalukan pula ketika adegan dihentikan hanya untuk mengoleskan cairan seperti air mani, kotoran manusia, atau darah.

Meski faktanya perempuan tidak menikmati pembuatan film porno, mereka terus berbohong kepada penggemarnya dan dengan bangga mengaku menikmati pembuatannya. Tentu itu mereka lakukan. Mereka mendapat bayaran ratusan dan ribuan dolar untuk berbohong karena ini adalah pekerjaan mereka. Bintang porno dibayar sebagai pembohong profesional yang tahu bagaimana berbuat dan mereka melakukannya dengan baik.

Saya dulu menyombongkan diri terus menerus kepada penggemar dan sutradara mengenai kesukaan saya bermain di film porno. Saya berbohong 100 persen saat itu kepada 100 persen orang. Berbohong merupakan bahasa ibu bagi bintang porno, karena mereka tidak dapat mengatakan yang sesungguhnya. Sebab, tidak hanya akan merusak fantasi penggemarnya, namun yang lebih penting akan menjatuhkan jumlah pembayaran cek.

Jangan percaya aktris porno saat mereka mengaku menikmati pembuatan film. Mereka hanya berakting.

Saat ini Shelley dan suaminya, Garret, mendirikan Yayasan Pink Cross, lembaga nonprofit untuk memberikan dukungan bagi mereka yang ingin keluar dari industri seks.