Rabu, 03 Juni 2009

PEREMPUAN YANG DICINTAI SUAMIKU

Kehidupan pernikahan kami awalnya baik-baik saja menurutku. Meskipun menjelang pernikahan selalu terjadi konflik, tapi setelah menikah Mario tampak baik dan lebih menuruti apa mauku. Kami tidak pernah bertengkar hebat, kalau marah dia cenderung diam dan pergi kekantornya bekerja sampai subuh, baru pulang kerumah, mandi, kemudian mengantar anak kami sekolah. Tidurnya sangat sedikit, makannya pun sedikit. Aku pikir dia workaholic. Dia menciumku maksimal 2x sehari, pagi menjelang kerja, dan saat dia pulang kerja, itupun kalau aku masih bangun. Karena waktu pacaran dia tidak pernah romantis, aku pikir, memang dia tidak romantis, dan tidak memerlukan hal2 seperti itu sebagai ungkapan sayang. Kami jarang ngobrol sampai malam, kami jarang pergi nonton berdua, bahkan makan berdua di luarpun hampir tidak pernah. Kalau kami makan di meja makan berdua, kami asyik sendiri dengan sendok garpu kami, bukan obrolan yang terdengar, hanya denting piring yang beradu dengan sendok garpu. Kalau hari libur, dia lebih sering hanya tiduran dikamar, atau main dengan anak-anak kami, dia jarang sekali tertawa lepas. Karena dia sangat pendiam, aku menyangka dia memang tidak suka tertawa lepas. Aku mengira rumah tangga kami baik-baik saja selama 8 tahun pernikahan kami. Sampai suatu ketika, disuatu hari yang terik, saat itu suamiku tergolek sakit dirumah sakit, karena jarang makan, dan sering jajan di kantornya, dibanding makan dirumah, dia kena typhoid, dan harus dirawat di RS, karena sampai terjadi perforasi di ususnya. Pada saat dia masih di ICU, seorang perempuan datang menjenguknya. Dia memperkenalkan diri, bernama Meisha, temannya Mario saat dulu kuliah. Meisha tidak secantik aku, dia begitu sederhana, tapi aku tidak pernah melihat mata yang begitu cantik seperti yang dia miliki. Matanya bersinar indah, penuh kehangatan dan penuh cinta, ketika dia berbicara, seakan2 waktu berhenti berputar dan terpana dengan kalimat2nya yang ringan dan penuh pesona. Setiap orang, laki2 maupun perempuan bahkan mungkin serangga yang lewat, akan jatuh cinta begitu mendengar dia bercerita. Meisha tidak pernah kenal dekat dengan Mario selama mereka kuliah dulu, Meisha bercerita Mario sangat pendiam, sehingga jarang punya teman yang akrab. 5 bulan lalu mereka bertemu, karena ada pekerjaan kantor mereka yang mempertemukan mereka. Meisha yang bekerja di advertising akhirnya bertemu dengan Mario yang sedang membuat iklan untuk perusahaan tempatnya bekerja. Aku mulai mengingat-ingat 5 bulan lalu ada perubahan yang cukup drastis pada Mario , setiap mau pergi kerja, dia tersenyum manis padaku, dan dalam sehari bisa menciumku lebih dari 3x. Dia membelikan aku parfum baru, dan mulai sering tertawa lepas. Tapi disaat lain, dia sering termenung didepan komputernya. Atau termenung memegang Hp-nya. Kalau aku tanya, dia bilang, ada pekerjaan yang membingungkan.
Suatu saat Meisha pernah datang pada saat Mario sakit dan masih dirawat di RS. Aku sedang memegang sepiring nasi beserta lauknya dengan wajah kesal, karena Mario tidak juga mau aku suapi. Meisha masuk kamar, dan menyapa dengan suara riangnya,
"Hai Rima, kenapa dengan anak sulungmu yang nomor satu ini? tidak mau makan juga? uhh… dasar anak nakal, sini piringnya," lalu dia terus mengajak Mario bercerita sambil menyuapi Mario, tiba-tiba saja sepiring nasi itu sudah habis ditangannya. Dan….aku tidak pernah melihat tatapan penuh cinta yang terpancar dari mata suamiku, seperti siang itu, tidak pernah seumur hidupku yang aku lalui bersamanya, tidak pernah sedetikpun! Hatiku terasa sakit, lebih sakit dari ketika dia membalikkan tubuhnya membelakangi aku saat aku memeluknya dan berharap dia mencumbuku. Lebih sakit dari rasa sakit setelah operasi caesar ketika aku melahirkan anaknya. Lebih sakit dari rasa sakit, ketika dia tidak mau memakan masakan yang aku buat dengan susah payah. Lebih sakit daripada sakit ketika dia tidak pulang kerumah saat ulang tahun perkawinan kami kemarin. Lebih sakit dari rasa sakit ketika dia lebih suka mencumbu komputernya dibanding aku. Tapi aku tidak pernah bisa marah setiap melihat perempuan itu. Meisha begitu manis, dia bisa hadir tiba-tiba, membawakan donat buat anak-anak, dan membawakan eggroll kesukaanku. Dia mengajakku jalan-jalan, kadang mengajakku nonton. kali lain, dia datang bersama suami dan ke-2 anaknya yang lucu-lucu. Aku tidak pernah bertanya, apakah suamiku mencintai perempuan berhati bidadari itu? karena tanpa bertanya pun aku sudah tahu, apa yang bergejolak dihatinya. Suatu sore, mendung begitu menyelimuti jakarta, aku tidak pernah menyangka, hatikupun akan mendung, bahkan gerimis kemudian. Anak sulungku, seorang anak perempuan cantik berusia 7 tahun, rambutnya keriting ikal dan cerdasnya sama seperti ayahnya. Dia berhasil membuka password email Papanya, dan memanggilku,
"Mama, mau lihat surat papa buat tante Meisha ?"
Aku tertegun memandangnya, dan membaca surat elektronik itu,
Dear Meisha, Kehadiranmu bagai beribu bintang gemerlap yang mengisi seluruh relung hatiku, aku tidak pernah merasakan jatuh cinta seperti ini, bahkan pada Rima. Aku mencintai Rima karena kondisi yang mengharuskan aku mencintainya, karena dia ibu dari anak-anakku.
Ketika aku menikahinya, aku tetap tidak tahu apakah aku sungguh2 mencintainya. Tidak ada perasaan bergetar seperti ketika aku memandangmu, tidak ada perasaan rindu yang tidak pernah padam ketika aku tidak menjumpainya. Aku hanya tidak ingin menyakiti perasaannya. Ketika konflik-konflik terjadi saat kami pacaran dulu, aku sebenarnya kecewa, tapi aku tidak sanggup mengatakan padanya bahwa dia bukanlah perempuan yang aku cari untuk mengisi kekosongan hatiku. Hatiku tetap terasa hampa, meskipun aku menikahinya.
Aku tidak tahu, bagaimana caranya menumbuhkan cinta untuknya, seperti ketika cinta untukmu tumbuh secara alami, seperti pohon2 beringin yang tumbuh kokoh tanpa pernah mendapat siraman dari pemiliknya. Seperti pepohonan di hutan2 belantara yang tidak pernah minta disirami, namun tumbuh dengan lebat secara alami. Itu yang aku rasakan.
Aku tidak akan pernah bisa memilikimu, karena kau sudah menjadi milik orang lain dan aku adalah laki2 yang sangat memegang komitmen pernikahan kami. Meskipun hatiku terasa hampa, itu tidaklah mengapa, asal aku bisa melihat Rima bahagia dan tertawa, dia bisa mendapatkan segala yang dia inginkan selama aku mampu. Dia boleh mendapatkan seluruh hartaku dan tubuhku, tapi tidak jiwaku dan cintaku, yang hanya aku berikan untukmu. Meskipun ada tembok yang menghalangi kita, aku hanya berharap bahwa engkau mengerti, you are the only one in my heart.
yours, Mario Mataku terasa panas. Jelita, anak sulungku memelukku erat. Meskipun baru berusia 7 tahun, dia adalah malaikat jelitaku yang sangat mengerti dan menyayangiku. Suamiku tidak pernah mencintaiku. Dia tidak pernah bahagia bersamaku. Dia mencintai perempuan lain. Aku mengumpulkan kekuatanku. Sejak itu, aku menulis surat hampir setiap hari untuk suamiku. Surat itu aku simpan diamplop, dan aku letakkan di lemari bajuku, tidak pernah aku berikan untuknya. Mobil yang dia berikan untukku aku kembalikan padanya. Aku mengumpulkan tabunganku yang kusimpan dari sisa-sisa uang belanja, lalu aku belikan motor untuk mengantar dan menjemput anak-anakku. Mario merasa heran, karena aku tidak pernah lagi bermanja dan minta dibelikan bermacam-macam merek tas dan baju. Aku terpuruk dalam kehancuranku. Aku dulu memintanya menikahiku karena aku malu terlalu lama pacaran, sedangkan teman-temanku sudah menikah semua. Ternyata dia memang tidak pernah menginginkan aku menjadi istrinya. Betapa tidak berharganya aku. Tidakkah dia tahu, bahwa aku juga seorang perempuan yang berhak mendapatkan kasih sayang dari suaminya ? Kenapa dia tidak mengatakan saja, bahwa dia tidak mencintai aku dan tidak menginginkan aku ? Itu lebih aku hargai daripada dia cuma diam dan mengangguk dan melamarku lalu menikahiku.. Betapa malangnya nasibku. Mario terus menerus sakit-sakitan, dan aku tetap merawatnya dengan setia. Biarlah dia mencintai perempuan itu terus didalam hatinya. Dengan pura-pura tidak tahu, aku sudah membuatnya bahagia dengan mencintai perempuan itu. Kebahagiaan Mario adalah kebahagiaanku juga, karena aku akan selalu mencintainya.
********** Setahun kemudian…
Meisha membuka amplop surat-surat itu dengan air mata berlinang. Tanah pemakaman itu masih basah merah dan masih dipenuhi bunga.
"Mario, suamiku…. Aku tidak pernah menyangka pertemuan kita saat aku pertama kali bekerja dikantormu, akan membawaku pada cinta sejatiku. Aku begitu terpesona padamu yang pendiam dan tampak dingin. Betapa senangnya aku ketika aku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku mencintaimu, dan begitu posesif ingin memilikimu seutuhnya. Aku sering marah, ketika kamu asyik bekerja, dan tidak memperdulikan aku. Aku merasa diatas angin, ketika kamu hanya diam dan menuruti keinginanku… Aku pikir, aku si puteri cantik yang diinginkan banyak pria, telah memenuhi ruang hatimu dan kamu terlalu mencintaiku sehingga mau melakukan apa saja untukku….. Ternyata aku keliru…. aku menyadarinya tepat sehari setelah pernikahan kita. Ketika aku membanting hadiah jam tangan dari seorang teman kantor dulu yang aku tahu sebenarnya menyukai Mario. Aku melihat matamu begitu terluka, ketika berkata, "kenapa, Rima? Kenapa kamu mesti cemburu? Dia sudah menikah, dan aku sudah memilihmu menjadi istriku?" Aku tidak perduli, dan berlalu dari hadapanmu dengan sombongnya. Sekarang aku menyesal, memintamu melamarku. Engkau tidak pernah bahagia bersamaku. Aku adalah hal terburuk dalam kehidupan cintamu. Aku bukanlah wanita yang sempurna yang engkau inginkan. Istrimu, Rima" Di surat yang lain,
"………Kehadiran perempuan itu membuatmu berubah, engkau tidak lagi sedingin es. Engkau mulai terasa hangat, namun tetap saja aku tidak pernah melihat cahaya cinta dari matamu untukku, seperti aku melihat cahaya yang penuh cinta itu berpendar dari kedua bola matamu saat memandang Meisha……" Disurat yang kesekian,
"…….Aku bersumpah, akan membuatmu jatuh cinta padaku. Aku telah berubah, Mario. Engkau lihat kan, aku tidak lagi marah-marah padamu, aku tidak lagi suka membanting-banting barang dan berteriak jika emosi. Aku belajar masak, dan selalu kubuatkan masakan yang engkau sukai. Aku tidak lagi boros, dan selalu menabung. Aku tidak lagi suka bertengkar dengan ibumu. Aku selalu tersenyum menyambutmu pulang kerumah. Dan aku selalu meneleponmu, untuk menanyakan sudahkah kekasih hatiku makan siang ini? Aku merawatmu jika engkau sakit, aku tidak kesal saat engkau tidak mau aku suapi, aku menungguimu sampai tertidur disamping tempat tidurmu, dirumah sakit saat engkau dirawat, karena penyakit pencernaanmu yang selalu bermasalah……. Meskipun belum terbit juga, sinar cinta itu dari matamu, aku akan tetap berusaha dan menantinya…….." Meisha menghapus air mata yang terus mengalir dari kedua mata indahnya… dipeluknya Jelita yang tersedu-sedu disampingnya. Disurat terakhir, pagi ini…
"…………..Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang ke-9. Tahun lalu engkau tidak pulang kerumah, tapi tahun ini aku akan memaksamu pulang, karena hari ini aku akan masak, masakan yang paling enak sedunia. Kemarin aku belajar membuatnya dirumah Bude Tati, sampai kehujanan dan basah kuyup, karena waktu pulang hujannya deras sekali, dan aku hanya mengendarai motor.
Saat aku tiba dirumah kemarin malam, aku melihat sinar kekhawatiran dimatamu. Engkau memelukku, dan menyuruhku segera ganti baju supaya tidak sakit. Tahukah engkau suamiku, Selama hampir 15 tahun aku mengenalmu, 6 tahun kita pacaran, dan hampir 9 tahun kita menikah, baru kali ini aku melihat sinar kekhawatiran itu dari matamu, inikah tanda-tanda cinta mulai bersemi dihatimu?………" Jelita menatap Meisha, dan bercerita,
"Siang itu Mama menjemputku dengan motornya, dari jauh aku melihat keceriaan diwajah mama, dia terus melambai-lambaikan tangannya kepadaku. Aku tidak pernah melihat wajah yang sangat bersinar dari mama seperti siang itu, dia begitu cantik. Meskipun dulu sering marah-marah kepadaku, tapi aku selalu menyayanginya. Mama memarkir motornya diseberang jalan, Ketika mama menyeberang jalan, tiba-tiba mobil itu lewat dari tikungan dengan kecepatan tinggi…… aku tidak sanggup melihatnya terlontar, Tante….. aku melihatnya masih memandangku sebelum dia tidak lagi bergerak……" Jelita memeluk Meisha dan terisak-isak. Bocah cantik ini masih terlalu kecil untuk merasakan sakit di hatinya, tapi dia sangat dewasa. Meisha mengeluarkan selembar kertas yang dia print tadi pagi. Mario mengirimkan email lagi kemarin malam, dan tadinya aku ingin Rima membacanya.
Dear Meisha, Selama setahun ini aku mulai merasakan Rima berbeda, dia tidak lagi marah-marah dan selalu berusaha menyenangkan hatiku. Dan tadi, dia pulang dengan tubuh basah kuyup karena kehujanan, aku sangat khawatir dan memeluknya. Tiba-tiba aku baru menyadari betapa beruntungnya aku memiliki dia. Hatiku mulai bergetar…. Inikah tanda-tanda aku mulai mencintainya?
Aku terus berusaha mencintainya seperti yang engkau sarankan, Meisha. Dan besok aku akan memberikan surprise untuknya, aku akan membelikan mobil mungil untuknya, supaya dia tidak lagi naik motor kemana-mana. Bukan karena dia ibu dari anak-anakku, tapi karena dia belahan jiwaku…. Meisha menatap Mario yang tampak semakin ringkih, yang masih terduduk disamping nisan Rima. Diwajahnya tampak duka yang dalam. Semuanya telah terjadi, Mario. Kadang kita baru menyadari mencintai seseorang, ketika seseorang itu telah pergi meninggalkan kita..
Jakarta , 7 Januari 2009 (dedicated to my friend....may you rest in peace....). -- (Nama penulis tidak saya ketahui)

Senin, 01 Juni 2009

Mama

Beruntunglah kalian yang masih memiliki Mama. Saya termasuk salah seorang dari sekian banyak yang tidak seberuntung itu. MAMA... Mama yang pernah mengandung kita selama 9 bulan lamanya, melahirkan kita sambil menangis kesakitan. Masihkah kita tega menyakitinya? Masih mampukah kita tertawa melihat penderitaannya? Mencaci makinya? Melawannya? Memukulnya? Mengacuhkannya? Meninggalkannya? Mama tidak pernah mengeluh setiap kali membersihkan kotoran kita waktu masih kecil. Mencuci celana kotor kita. Memberikan ASI waktu kita bayi. Jam berapa pun. Di manapun. Bahkan saat dia tengah terlelap di malam buta. Di masa kecil kita, saat kita masih menjadi sosok yang sangat rapuh dan tergantung pada orang lain, hanya mama yang mau tanpa letih menggendong kita sendirian. Kapan pun kita menangis dan butuh belaian, Mama pasti datang. Mama pasti membuat kita nyaman. Pada waktu kita masih tertatih, terjatuh dan belum bisa berlari seperti sekarang, pasti tangan mama yang akan lebih dulu menarik tangan kita. Dengan segala kelembutan yang ia miliki, kita akan dibuatnya merasa aman untuk terus bangkit dan berjalan sendiri tanpa takut terjatuh lagi, karena kita yakin tangan Mama pasti akan lebih cepat menahan jatuhnya badan kita. Saat kita menjadi anak dimana kita banyak menanyakan sesuatu, tanya ini dan itu, apapun yang sedang Mama lakukan, bagaimana lelahnya kondisi Mama, pasti dia akan selalu menjawab dengan penuh kesabaran. Bahkan sering tanpa diminta, dia akan menceritakan kita berbagai dongeng hingga kita terlelap. Hanya Mama yang bisa benar-benar mencintai kita apa adanya. Saat orang lain menyakiti kita, cuma mama yang akan benar-benar ikut merasa sakit, bahkan biasanya diam-diam rasa sakitnya itu melebihi sakit yang kita rasakan. Kini setelah kita dewasa. Setelah kita tidak lagi tergantung padanya. Saat semuanya menjadi terbalik. Kita menjadi orang yang cukup kuat (selayaknya mama dulu) dan mama menjadi renta (sebagaimana anak kecil). Mampukah kita melakukan semua yang dulu Mama lakukan pada kita untuknya? Sabarkah kita, tanpa satu kalipun mengeluh, bangun di tengah malam hanya untuk membersihkan kotorannya? Menyuapinya makan dan minum setiap kali ia minta? Melayani setiap pertanyaan yang pastinya kita nilai tak berkualitas tanpa satu kali pun membentak atau menjawab dengan nada tinggi? Menuntun setiap langkahnya agar tidak terjatuh? Akan sesabar itukah kita seperti layaknya dulu Mama dengan sabar melakukannya untuk kita semasa kecil? Di saat mamamu tidur, coba kamu lihat matanya dan bayangkan matanya takkan terbuka lagi untuk selamanya. Tangannya tak dapat hapuskan airmatamu dan tiada lagi nasihat yang sering kita abaikan. Bayangkan mamamu sudah tiada. Sudah cukupkah kamu membahagiakannya? Pernahkah kamu berfikir betapa besar pengorbanannya dari semenjak kamu berada di dalam perutnya? SADARILAH bahwa di dunia ini tidak ada satu orang pun yang mau mati demi MAMA, tetapi... Beliau justru satu-satunya orang yang bersedia mati untuk membawa kita lahir ke dunia ini… Mama bukan tempat penitipan cucu disaat kita jalan jalan. Justru di saat ia sudah tua dan tak bertenaga, yang ia butuhkan hanyalah perhatian kita. Sesibuk apa pun kita, selalu luangkan waktu untuk datang & hampiri ia. Tanyalah bagaimana kesehatannya saat ini dan dengarlah curhatnya. Temani dia di saat ia butuh kita. Itu saja.... ia sudah bahagia sekali...... .......dan melupakan semua hutang kita kepadanya. Percayalah sampai kapan pun. Tak peduli sekaya apa kita atau sebanyak apa uang yang kita miliki. Walau dibayar dengan seberapa banyak pun harta, kita tidak akan pernah bisa melunasi hutang kita terhadap Mama. Dan Mama pastinya tidak akan pernah meminta kita untuk mengembalikan satu sen pun biaya yang sudah ia habiskan untuk kita. Saya memang bukan orang yang beruntung. Saya tidak lagi memiliki Mama. Dan lebih tidak beruntung lagi karena saat Mama masih hidup, saya belum bisa mengembalikan seluruh kebaikan dan kasih sayang yang pernah saya dapatkan dari Mama. Seandainya saja waktu bisa diulang. Diputar mundur saat Mama masih ada. Saya pasti akan membetulkan semua kesalahan yang pernah saya lakukan. Memang penyesalan selalu ada di akhir. It’s too late. Sekarang mata lembut Mama yang biasa hangat menyambut saya, sudah terpejam selamanya. Senyum Mama yang senantiasa terkembang di wajah letihnya, tidak lagi bisa saya lihat. Saya baru merasakan betapa berartinya Mama setelah mama tiada. We’ll never know how precious someone is, untill she’s gone. Jangan sampai anda menjadi orang yang menyesal seperti saya. Mama Anda adalah amanat Tuhan yang harus dijaga dan dibuat bahagia. Balaslah kasih sayang Mama Anda sebisa anda, selagi Anda sempat dan selagi Tuhan masih kasih Anda kesempatan untuk melakukannya terhadap Mama Anda. Jangan sampai terlambat seperti saya.

Ketika aku sudah tua, aku bukanlah lagi aku yang semula. Mengertilah, bersabarlah sedikit terhadapku.

Ketika pakaianku terciprat sup, ketika aku lupa bagaimana mengikat sepatu,ingatlah, bagaimana dahulu aku mengajarimu.

Ketika aku berulang kali berkata tentang sesuatu yang telah bosan kaudengar, bersabarlah mendengarkan, jangan memutus pembicaraanku.

Ketika kau kecil,aku selalu harus mengulang cerita yang telah beribu-ribu kali kuceritakan agar kau tidur.

Ketika aku memerlukanmu untuk memandikanku, jangan marah padaku. Ingatkah sewaktu kecil aku harus memakai segala cara untuk membujukmu mandi.

Ketika aku tak paham sedikitpun tentang tehnologi dan hal-hal baru, jangan mengejekku.Pikirkan bagaimana dahulu aku begitu sabar menjawab setiap "mengapa" darimu.

Ketika aku tak dapat berjalan,ulurkan tanganmu yang masih kuat untuk memapahku. Seperti aku memapahmu saat kau belajar berjalan waktu masih kecil.

Ketika aku seketika melupakan pembicaraan kita, berilah aku waktu untuk mengingat. Sebenarnya bagiku, apa yang dibicarakan tidaklah penting, asalkan kau disampingku mendengarkan, aku sudah sangat puas.

Ketika kau memandang aku yang mulai menua, janganlah berduka. Mengertilah aku, dukung aku, seperti aku menghadapimu ketika kau mulai belajar menjalani kehidupan. Waktu itu aku memberi petunjuk bagaimana menjalani kehidupan ini, sekarang temani aku menjalankan sisa hidupku.

Beri aku cintamu dan kesabaran, aku akan memberikan senyum penuh rasa syukur, dalam senyum ini terdapat cintaku yang tak terhingga untukmu.